muhammadiyahkukar.org

Rabu, 3 September 2025
TRANDING
Politik & Hukum Islam

Pemimpin Tanpa Hikmah, Umat Yang Tersisih : Kritikan Dianggap Ancaman?

oplus_1057

mpidmuhammadiyahkukar.org, Kukar – Muhammadiyah, yang berdiri pada 18 November 1912 di Yogyakarta oleh KH. Ahmad Dahlan, bukanlah gerakan yang lahir di ruang hampa. Kehadirannya merupakan respons terhadap kondisi sosial-keagamaan umat Islam pada awal abad ke-20 yang diwarnai oleh pertentangan ide, gagasan, dan praktik keberagamaan.

Pertentangan ide dan gagasan bukanlah hambatan bagi Muhammadiyah, melainkan justru motor penggerak. Muhammadiyah membuktikan bahwa dari perdebatan tajam dapat lahir inovasi, dari resistensi dapat muncul ketahanan, dan dari perlawanan intelektual dapat terbentuk identitas yang kokoh.

Selaras dengan hal demikian, banyak persoalan yang muncul ditengah gejolak AUM, saya anggap itu merupakan hal yang lumrah pasti terjadi sebut saja “kritikan dianggap ancaman”. Sebagai organisasi gerakan dakwah, Muhammadiyah hadir dengan dua gagasan “Gagasan Pendidikan dan Kesehatan” yang masing-masing memilki leader sebagai ujung tombak nya.

Oleh karena itu, tulisan ini saya mentitik focuskan pada “Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Muhammadiyah” yang sesuai dengan tuntunan tujuan berdirinya Muhammadiyah. Dalam pandangan Muhammadiyah, kepala sekolah bukan hanya seorang administrator pendidikan, tetapi juga pemimpin moral dan teladan bagi seluruh warga sekolah. Kepemimpinan yang bijak menjadi kunci utama dalam membangun sekolah Muhammadiyah yang unggul, berdaya saing, dan berkarakter Islami.

Islam menempatkan kepemimpinan sebagai amanah besar. Seorang kepala sekolah, dalam perspektif Islam, adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kepemimpinan kepala sekolah harus didasarkan pada kebijaksanaan, dialog yang sehat, serta keputusan yang membawa maslahat. Selain itu, Islam menekankan keadilan sebagai syarat mutlak seorang pemimpin. Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58)

Muhammadiyah sejak awal telah menegaskan bahwa kepemimpinan bukanlah jalan untuk mencari kehormatan pribadi, melainkan sarana untuk menebarkan maslahat. Pemimpin yang sejati adalah mereka yang berani berlaku adil, mampu bersikap bijak, serta menjadikan jabatan sebagai sarana ibadah.

Di tengah arus globalisasi, sumber daya sekolah tidak membutuhkan pemimpin yang pandai beretorika tetapi abai pada realitas. Yang dibutuhkan adalah pemimpin yang amanah mendengarkan aspirasi bawahan, menegakkan keadilan, dan memimpin dengan keteladanan bukan nurut dan nunduk pada kebijakan yang tidak memanusiakan apalagi menuruti perkataan sebagian kelompok.

Seorang kepala sekolah Muhammadiyah dituntut untuk mengedepankan nilai hikmah dalam setiap kebijakan yang diambil. Ia tidak hanya mengatur manajemen, tetapi juga menumbuhkan suasana sekolah yang penuh keadilan, keterbukaan, dan kasih sayang. Sikap bijak ini tercermin dari kemampuannya mendengarkan aspirasi guru, siswa, dan orang tua, serta menimbang keputusan dengan dasar maslahat bersama.

Banyak hal terjadi, dimana kritikan dianggap ancaman padahal dalam catatan sejarah, Muhammadiyah bisa berkembang maju hingga saat ini karena di dalamnya ada pertengkaran ide dan gagasan sehingga terbangunlah nilai-nilai yang berkeadilan sesuai tujuan hidup Muhammadiyah.

Kepala sekolah yang bijak tidak terburu-buru mengambil keputusan, melainkan mempertimbangkan aspek spiritual, akademik, dan sosial. Ia menjadi teladan dalam akhlak, kedisiplinan, dan kerja keras, sehingga warga sekolah dapat melihat sosok pemimpin yang memimpin dengan keteladanan, bukan sekadar instruksi.

Muhammadiyah memandang kepemimpinan di sekolah sebagai amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Kepala sekolah yang bijak akan mendorong inovasi pembelajaran, memanfaatkan teknologi secara tepat guna, serta membangun kolaborasi dengan masyarakat sekitar. Dengan cara itu, sekolah Muhammadiyah tidak hanya mencetak generasi berprestasi, tetapi juga berakhlak mulia dan berjiwa sosial.

Kini saatnya kita bertanya: apakah para pemimpin kita lebih mencintai kekuasaan atau menjaga amanah? Sejarah akan selalu mengingat, bahwa kekuasaan itu fana, tetapi amanah yang dikhianati akan menjadi beban pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak.

Di tengah tantangan pendidikan modern, kebijaksanaan kepala sekolah Muhammadiyah adalah fondasi untuk menjaga kualitas pendidikan sekaligus mengokohkan nilai-nilai Islam berkemajuan. Kepemimpinan yang bijak akan memastikan bahwa sekolah bukan sekadar tempat belajar, melainkan juga pusat pembinaan karakter, peradaban dan tidak membatasi ruang gerak bawahan, ini lembaga intelektual bukan penjara. (*)

Peracik : M. Ridwan, M.Pd (Ketbid Pendidikan dan Kaderisasi PDPM Kukar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keislaman & Pemikiran

Analisis Kebijakan Sekolah Otoriter: Antara Disiplin dan Kualitas Pendidikan

Worth reading...