Muhammadiyahkukar.Org, Tenggarong – Individualisme yang semakin kuat dapat memberikan pengaruh terhadap masyarakat urban, yang cenderung sibuk dengan duniawi interaksi sosial, komunikasi dengan tetangga bahkan menjadi sangat minim. Kondisi inilah yang membuat pendekatan dakwah konvensional yang mengandalkan pertemuan besar seperti diskusi, audiensi, atau ceramah massa seringkali tidak efektif. Dakwah yang harus masuk melalui celah celah kecil yaitu melalui interaksi personal dan aksi nyata sehari hari bukan hanya sebuah percakapan mulut saja.
Krisis moral dan etika juga menjadi tantangan yang serius disebagian masyarakat urban terutama yang berpendidikan tinggi, yang cenderung menganggap institusi atau figur agama sebagai sesuatu yang tidak relevan dengan realita masyarakat. Khususnya di masyarakat urban sekarang mereka membutuhkan sosok yang tidak hanya pandai berbicara didepan banyak orang, yang fasih dalam melantunkan kata kata bijak tapi juga memiliki tingkat pemikiran intelektual yang baik serta mampu mengaplikasikan ajaran islam dengan isu-isu sosial, budaya, dan teknologi terkini. Itulah mengapa dakwah yang dialogis dan kontekstual menjadi kunci untuk membangun peradaban yang menunjukkan bahwa agama adalah sesuatu yang relavan dan dapat di aplikasikan di dalam relita kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana yang di bahas di Suara Muhammadiyah Tentang Dakwah Profetik. Dakwah profetik adalah upaya untuk bergerak dari suprastruktur menuju infrastruktur, maka dengannya dibutuhkan kesadaran total akan kemungkinan pergerakan dakwah ini, kesadaran yang utama dibutuhkan adalah kesadaran filosofis abstrak yang bermakna kesadaran teologis, lainnya adalah kesadaran strategis dan taktis. Prinsipnya para pendakwah mesti memahami Islam secara mendalam namun menggelarnya dalam hidangan yang konkret. tujuan dakwah profetik tidak lain sebagai langkah agama dan agamawan untuk membebaskan, memanusiakan dan memberi dasar spiritual kepada ummat. Seperti fundamen yang diberikan oleh Kuntowijoyo. “spirit agama adalah liberasi, humanisasi dan transendensi. Jalan strategis yang dapat dilalui oleh agenda ini adalah melihat Islam tidak saja sebagai susunan spritual formal belaka, tetapi pula merasuk dalam kultur budaya, kehidupan manusia”
Liberasi yang dimaksud adalah inti ajaran agama yang seharusnya menjadi kekuatan untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan dan ketidakadilan, baik secara sosial, maupun intelektual. Humanisasi adalah upaya agama untuk memuliakan dan mengembalikan martabat manusia seutuhnya mengajarkan pentingnya keadilan dan kasih sayang dalam interaksi sosial. Terakhir, transendensi adalah dimensi spiritual yang menjadi fondasi utama, yaitu kesadaran akan keberadaan Tuhan yang melampaui segala sesuatu, yang memberikan makna dan tujuan hidup, serta menjadi sumber kekuatan moral yang mendorong manusia untuk berbuat baik.
Dengan demikian agama dilihat bukan hanya sebagai ritual kaku, melainkan sebagai kekuatan dinamis yang relevan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan beradab untuk menggerakkan dakwah profetik para pendakwah harus bisa menjembatani kesenjangan antara ajaran Islam yang mulia (suprastruktur), dengan kondisi nyata masyarakat (infrastruktur). Ini adalah sebuah tugas besar yang menuntut kesadaran menyeluruh. Kesadaran yang paling penting adalah kesadaran teologis dan filosofis yakni memahami islam dari akarnya. Setelah itu barulah diikuti dengan kesadaran strategis untuk merencanakan langkah ke depan serta kesadaran taktis untuk eksekusi di lapangan.
Tujuan utama dakwah profetik adalah menjadikan agama dan pemeluknya sebagai agen pembebasan, humanisasi, dan pencerahan spiritual bagi masyarakat. Untuk mewujudkan agenda mulia ini, diperlukan strategi dakwah yang mengubah cara pandang Islam yang tidak lagi hanya dilihat sebagai sekumpulan ibadah individual, melainkan sebagai fondasi yang membentuk kebudayaan dan menjiwai seluruh sendi kehidupan umat. Dakwah harus dilakukan dengan metode yang terbuka, dialogis, dan kritis pendekatan ini mengajak tanpa menggertak, dan berorientasi pada penyelesaian masalah kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, para pendakwah wajib menyampaikan ajaran dengan berpegang pada data yang empiris, faktual, dan aktual.
Penulis : Muhammad Baihaki, S.Sos (Pengajar di Muhammadiyah Boarding School (MBS) SMP-SMA Muhammadiyah Tenggarong)